KURIKULUM
2013,
(Akankah
Menjadi Hadiah Tahun Baru yang Membahagiakan ?)
Oleh : Mahfud, S. Pd
Dalam
perjalanan negara tercinta Indonesia setelah merdeka, sudah sembilan kali
mengalami pergantian kurikulum, alasannya klise “perubahan untuk mengapai
kemajuan”. Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran
1947. Kurikulum ini bersifat politis,
yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum
Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk
kepentingan kolonialis Belanda. Pancasila ditetapkan menjadi asas pendidikan.
Kurikulum berikutnya lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana
Pelajaran Terurai 1952. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana
Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana).
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan (keprigelan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Empat tahun kemudian lahir kembali
kurikulum yang bersifat politis kurikulum 1968 sebagai pengganti kurikulum 1964
yang dianggap sebagai produk orde lama.
Tujuh
tahun berselang , lahirlah kurikulum 1975 yang lebih menekankan pada tujuan
yang lebih efisien dan efektif, yang kemudian lebih dikenal dengan TIU (tujuan
instruksional umum) dan TIK (tujuan instruksional khusus), kurikulum ini mulai
memberatkan dan menyibukkan guru di lapangan karena guru dituntut membuat SP
(satuan pelajaran) untuk setiap satuan bahasan. Atas alasan tersebut kurikulum
ini banyak di kritik, sehingga mencetuskan kelahiran kurikulum 1984 yang mengusung process skill approach. Kirikulum ini
dianggap penyempurnaan kurikulum 1975, Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek
belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini kemudian disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Secara
teoritis dan saat uji coba CBSA terkesan sangat sempurna, sayangnya dalam
penerapan terutama di sekolah-sekolah pelosok yang jauh dari tempat uji coba mengalami
pembiasan arti, siswa dan guru pelosok tidak mampu menerapkan karena berbagai
kendala yang tidak terfikirkan sebelumnya, sejak saat itu bermunculan penolakan
terhadap CBSA , hingga lahirlah kurikulum penyempurna karena merupakan
kombinasi antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, perpaduan antara tujuan dengan
pendekatan proses, akibatnya beban belajar siswa bertambah berat karena siswa
dibebani dengan pelajaran yang bermuatan nasional hingga lokal yang disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing seperti muatan lokal, keterampilan
daerah, hingga bahasa daerah. Akibatnya kurikulum ini menjelma menjadi
kurikulum super padat karena ada penambahan suplemen kurikulum 1999.
Atas
dasar pemikiran beban belajar siswa yang padat maka dimunculkan kurikulum 2004
yang bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran
diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya,
kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian.
Jika pada kurikulum sebelumnya lebih menekankan pada ketuntasan materi, maka pada
kurikulum KBK lebih menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa. Namun
lagi-lagi kurikulum ini menjadi rancu dengan masih dipertahankan model evaluasi
UAN dan UAS, terutama bagi sekolah dan siswa yang berada di daerah pelosok yang tingkat
kompetensinya jauh berbeda dengan sekolah dan siswa di kota. Akibatnya
kurikulum ini berumur pendek dibanding kurikulum lainnya, ia dieksekusi dan
berganti menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( kurikulum 2006).
Kirikulum ini tidak berbeda jauh dengan kurikulum KBK, yang menonjol hanya
sekolah dan guru diberi kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah masing-masing. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi
dan kompetensi dasar (SK-KD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan
pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Serta
penyusunannya melibatkan komponen orang tua murid (komite sekolah).
Bila
kita mencermati perjalanan dan pergantian kurikulum, hingga sekarang akan
segera muncul kurikulum super baru, kurikulum 2013 dengan penekanan tematik-integratif,
yang akan menjadi “Kado Tahun baru” bagi para Guru dan orang tua murid, karena memiliki
kemiripan, antara lain: pertama; kelahiran tiap kurikulum selalu diawali oleh
banyaknya keluhan di lapangan dan bukan dari hasil evaluasi yang mendalam ,
kedua; kelahiran kurikulum selalu bersifat politis karena banyak tekanan dan
kritikan, sehingga ruh kurikulum lebih banyak mengakomodasi kepentingan
pemerintah yang sedang berkuasa dari
pada kepentingan guru di lapangan, ketiga; karena lahirnya kurikulum merupakan
jalan keluar pemerintah dari berbagai kritikan sehingga pemerintah dalam menyusun
kurikulum hanya melibatkan unsur akademisi, ahli pendidikan dan tidak pernah melibatkan para guru yang
sesungguhnya sangat ahli dari akademisi, karena mereka lebih kaya pengalaman
lapangan dari pada para akademisi yang hanya berteori.
Kurikulum 2013 yang dianggap
menjadi hadiah tahun baru, perlu dicermati apakah akan membawa kebahagiaan atau
malah mendatangkan kerumitan dan kebingungan baru (KBK/kurikulum berbasis
kebingungan) bagi para guru di lapangan. Kelahiran kurikulum 2013 antara lain
disebabkan oleh banyaknya kritikan terhadap kurikulum KTSP yang menilai pendidikan selama ini (KTSP) terlalu
menitikberatkan pada aspek kognitif, beban siswa yang terlalu berat, dan kurang
bermuatan karakter dan hanya
mementingkan unsur kognitif sementara unsur afektif diabaikan, sehingga
bermunculan fenomena sosial yang mengemuka seperti perkelahian pelajar,
narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam berbagai jenis ujian, dan
gejolak sosial (social unrest), yang
dianggap sebagai output kurikulum 2006 yang mengabaikan karakter, padahal
sesungguhnya dalam kurikulum KBK penilaian afektif yang identik dengan
penilaian karakter sudah dimunculkan, sehingga buku rapor siswa memuat tiga
nilai yaitu kognitif, afektif dan psikomotor, namun lagi-lagi baik kurikulum
KBK maupun KTSP menganggap bahwa nilai sikap (karakter hanya sebagai penghias
etalase, karena tidak memiliki kekuatan eksekusi untuk tidak menaikkan kelas
atau meluluskan siswa. Akibatnya dipenghujung usia KTSP disempurnakan dengan
pengimplementasian karakter ke dalam silabus dan RPP, dan yang paling merasakan
adalah guru sebagai pelaku di lapangan.
Tahun 2013 merupakan tahun
penting bagi dunia pendidikan di Indonesia. Kenapa tidak ?, karena para guru
dan orang tua murid akan mendapatkan hadiah tahun baru, berupa pergantian
kurikulum 2006 (KTSP), dengan kurikulun
2013. Dalam terminologi pemerintah untuk mengaburkan bahwa pergantian kurikulum
sarat nuansa politis, maka pemerintah membungkus kado tersebut dengan kalimat “
disesuaikan dengan perkembangan zaman”. Orientasi Kurikulum 2013 adalah
terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada
upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan
untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu
kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan, dengan rasionalitas penambahan jam pelajaran, perubahan proses
pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu), dan proses penilaian
(dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output), serta pengitegrasian
beberapa mata pelajaran.
Kemunculan tiap kurikulum,
termasuk kurikulum yang akan menjadi hadiah tahun baru buat kita semua juga sebagai
hasil dari mengkomparasi berbagai kurikulum yang diterapkan dinegara maju,
termasuk penambahan jam pelajaran karena dianggap di Indonesia jam belajar
siswa terlalu singkat, di banyak negara, seperti AS dan Korea Selatan, akhir akhir
ini ada kecenderungan dilakukan menambah jam pelajaran. Diketahui juga bahwa
perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia
relatif lebih singkat. Dan kecenderungan akhir-akhir ini banyak negara menambah
jam pelajaran seperti di AS dan Korea
Selatan, dan Perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran
di Indonesia relatif lebih singkat.
Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan dalam empat tahap. Pertama,
penyusunan kurikulum di lingkungan internal Kemdikbud dengan melibatkan
sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan, (bahasa penulis) tanpa melibatkan unsur guru
sebagai pemangku kepentingan. Kedua, pemaparan desain Kurikulum 2013 di
depan Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan (bahasa penulis) bersifat politis, karena mestinya yang menjadi ketua
dewan pendidikan adalah orang yang faham problem pendidikan bangsa dengan latar
belakang pendidikan dan bukan latar belakang ekonomi. yang telah
dilaksanakan pada 13 November 2012 serta di depan Komisi X DPR RI pada 22
November 2012. Ketiga, pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari
berbagai elemen masyarakat. Salah satu cara yang ditempuh selain melalui
saluran daring (on-line) pada laman http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id , juga melalui media massa cetak (bahasa penulis) uji publik yang tidak
melibatkan unsur keterwakilan masyarakat Indonesia secara menyeluruh, karena
unsur keterjangkauan uji publik dengan media massa cetak dan on-line hanya
menjangkau daerah perkotaan saja, sehingga problem di daerah pelosok, terpencil
tidak terakomodasi. Tahap keempat, dilakukan penyempurnaan untuk
selanjutnya ditetapkan menjadi Kurikulum 2013.
Kemudian apakan kurikulum baru (2013) akan menjadi hadian yang
membahagiakan ataukah membingungkan ?, yang jelas ada fihak yang berbahagia dan
ada fihak yang kebingungan, dan
jawabannya tentu sangat tergantung siapa yang menerima hadiah tersebut,
bagi pengusaha percetakan, penerbit, dan
Foto Copy akan membawa berkah baru karena proyek percetakan buku teks
pelajaran, LKS , foto copy perangkat baru (Silabus, RPP atau mungkin dengan
istilah baru). Bagi pejabat ditingkat kementerian, Widia Iswara, pegusaha hotel
dan catering juga membawa berkah karena segera setelah penerapan kurikulum baru
maka akan bermunculan kegiatan sosialisasi dan diklat. Kemudia orang tua dan
Guru sebagai pemangku kepentingan akan berada pada fihak kebingungan, berharap harap
cemas. Karena berdasarkan pengalaman sebelumnya rutinitas KBM mulai terganggu
dengan kegiatan sosialisasi dan diklat, penyusunan perangkat pengajaran baru
yang membutuhkan energi dan biaya besar, padahal rasa lelah menyusunan
perangkat yang mengitegrasikan pendidikan karakter ke dalam kurikulum KTSP belumlah
hilang. serta orang tua yang harus
mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli buku teks pelajaran dan LKS yang telah
disesuaikan dengan kurikulum baru (2013), karena bukku teks dan LKS lama
menjadi milik pemulung.
Akhirnya marilah kita berdo’a semoga hadiah tahun baru (kurikulum 2013)
tidak mengalami nasib yang sama seperti pendahulunya, menuai masalah dalam
perjalanannya, karena indikasi tersebut mulai tercium; pertama proses
pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu, dari guru
menjadi pusat informasi, menjadi siswa sebagai pelaku). Proses tersebut akan
bermasalah di sekolah-sekolah yang berada di daerah pelosok, dengan sarana
prasarana yang dimiliki sekolah guru dan siswa yang sangat minim, sarana
komunikasi yang tidak tersedia, maka proses pencarian siswa akan terhambat,
sehingga yang terjadi kemudian adalah pengajaran dengan metode lama, kedua kurikulum
2013 dicirikan dengan penyederhanaan jumlah mata pelajaran sehingga ada mata
pelajaran yang tidak lagi dimunculkan seperti bahasa daerah di SD dan TIK di
SMA, sementara guru-gurunya sudah ada yang disertifikasi (Kompas.com), sehingga
mereka akan kesulitan untuk memenuhi syarat 24 jam wajib mengajar, ketiga metode
tematik-integratif membuka peluang guru dan siswa untuk mengeksplorasi
lebih dalam tentang tema bahasannya. Anak-anak juga bebas mengobservasi dan
mencari tahu sendiri jawaban dari permasalahan yang dihadapi. "Metode
seperti ini tanpa batasan dan dinamis sehingga akan jadi persoalan jika ujian
nasional (UN) masih dijadikan alat evaluasi," keempat jika format evaluasi UN dengan penekanan unsur
kognitif saja seperti kurikkulum 2006, sementara unsur afektif (karakter) yang
menjadi salah satu ciri kurikulum 2013 tidak memiliki kekuatan eksekusi seperti
halnya dalam kurikulum KTSP, maka dapat si pastikan kurikulum 2013 yang menjadi
hadiah tahun baru bagi kita semua akan mengalami nasib yang sama dengan 8
saudara kandung pendahulunya.