Sabtu, 09 Maret 2013

ARTIKEL PENDIDIKAN



“GURU KENCING BERDIRI MURID KENCING BERLARI”
(Masih Urgenkah dengan Kondisi Kekinian ?)


                             

Ungkapan tersebut rasaiang di telinga saat guru Bahasa Indonesia menugaskan menghafal peribahasa di depan kelas tigahpuluan tahun yang lalu, namun apakah ungkapan tersebut masih juga memiliki urgensi dengan kondisi kekinian?. Peribahasa ( dalam bahasa inggris proverb) adalah kelompok kata yang memiliki susunan yang tetap, mengandung pengertian tertentu, perbandingan, perumpamaan, prinsip hidup atau aturan yang maknanya luas. Lebih lanjut Carvantes Novelis, dan penyair Spanyol mendefenisikan peribahasa sebagai kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang.
Peribahasa merupakan perumpamaan dan perbandingan makna yang sangat jelas, karena didahului oleh perkataan seolah-olah, ibarat, bak, seperti, laksana, macam, bagai, umpama. Pada masa lalu peribahasa digunakan sebagai jalan untuk memudahkan mereka yang ingin memberi nasehat, teguran atau sindiran, sehingga fihak yang diberi nasehat atau teguran bisa menerima dengan baik tanpa perlu tersinggung. Peribahasa adalah bentuk pengucapan yang banyak dijumpai dalam kesusastraan lama. Peribahasa banyak digunakan dalam kehidupan seharian orang pada masa dulu. Bila diselidiki isi dan jiwa yang terkandung dalam peribahasa itu, banyak bahan yang diambil dari sejarah, kehidupan sosial, dan perikehidupan mereka pada zaman lampau. Peribahasa hidup dalam pergaulan sehari-hari dan difungsikan dengan baik oleh orang-orang terdahlu, namun sekarang hampir dilupakan dan hanya  terdapat dalam buku pelajaran dan menjadi hafalan.
“Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari”, yang kemudian disebut sebagai GKB-MKB. Ungkapan  tersebut adalah pepatah/peribahasa lama dengan peruntukan nasehat dan  lebih banyak memiliki makna konotatif dari makna denotatif. “Guru” dalam ungkapan tersebut lebih sebagai konotasi sebagai siapa saja yang memiliki status sebagai pemimpin, termasuk di dalamnya guru itu sendiri. Sedangkan “Murid” dalam ungkapan tersebut memiliki makna konotasi sebagai siapa saja yang memiliki status sebagai bawahan, termasuk murid itu sendiri. Sehingga peribahasa GKB-MKB memiliki makna jika seorang pemimpin, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, termasuk Guru, jika berbuat  buruk, maka pengikut-pengikutnya akan berbuat lebih buruk daripada yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Sehingga peribahasa tersebut dimasksudkan kepada siapa saja yang menjadi pemimpin untuk tidak melakukan perbuatan yang buruk, karena juga sangat terkait dengan budaya masyarakat kita yang paternalistik
Peribahasa GKB-MKB apabila kita telisik makna denotatif-nya, tentu sedikit mengusik dan menggangu fikiran siapa saja yang berprofesi sebagai pendidik (baca Guru), dan sedikit bernada penghinaan, karena objek dalam peribahasa tersebut adalah Guru sebagai pribadi yang digugu dan ditiru, diteladani, pribadi yang tidak boleh salah, dan Murid sebagai pribadi yang meneladani, mencontoh apa yang dilakukan oleh gurunya. Sekarang timbul pertanyaan kenapa peribahasa tersebut menggunakan objek Guru ?, mungkinkah karena saat peribahasa tersebut dibuat, pemimpin yang menonjol adalah fugur seorang guru ?. dan memang asumsi tersebut terasa sekali tigapuluh tahun yang lalu. Namun saat sekarang ini bisa saja peribahasa tersebut apabila dimaknai denotatif dan orang tidak lagi memaknai konotatif, karena fungsi peribahasa saat sekarang ini lebih kepada ungkapan dan sekedar hafalan siswa dibangku sekolah, dan tidak lagi sebagai nasehat yang memiliki makna konotatif.
Ungkapan GKB, meletakkan guru sebagai figur sentral, sebagai penyebab siswa memiliki karakter/pribadi buruk seperti perkelahian pelajar, tidak disiplin, suka berbohong,  malas belajar, malas beribadah, apatis, pergaulan bebas, dsb (murid kencing berlari). Bukan maksud untuk melakukan pembelaan terhadap figur seorang guru, walaupun memang guru juga tidak boleh melakukan segala bentuk perbuatan yang mengarah kepada kencing berdiri. Rasanya menjadi tidak adil apabila segala bentuk kerusakan karakter/pribadi remaja (murid) dan mengarah atau mengejala kepada prilaku kencing berlari, maka serta merta variabel penyebabnya adalah Guru (denotatif) yang kencing berdiri. Karena guru sebagai figur pendidik hanyalah salah satu dari sangat banyak varibel penyebab kenapa karakter murid menjadi rusak (mengarah kepada kencing berlari).
Apabila kita mengkaji dari aspek psikologis maupun  sosiologis, maka secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter/kepribadian seorang anak (murid) dalam proses sosialisasi yaitu faktor sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer meliputi lingkungan prenatal, saat anak dalam kandungan dipengaruhi oleh kondisi psikologis orang tuanya khusus ibu saat mengandung, jika kondisi psikologis ibunya terganggu, tertekan, tidak tenang saat mengandung, maka anak akan terlahir dengan kondisi bawaan yang tempramental, pemarah, dan juga berlaku sebaliknya. Kemudian lingkungan primer yang kedua adalah situasi dalam keluarga, nilai-nilai yang ditanamkan oleh agen-agen dalam keluarga, apakah orang tuanya menjalankan fungsinya dengan baik ataukah tidak, karena berbagai faktor penyebab seperti; karena salah satu atau kedua orang tua telah meninggal dunia,  orang tua yang sibuk, brokenhome, bekerja jauh dari rumah (TKW/TKI) jika agen dalam keluarga tidak menjalankan fungsinya dengan baik (sosialisasi yang kurang, tidak sempurna), maka akan melahirkan anak-anak yang menyimpang, anti sosial (kencing berlari), seperti yang dicontohkan oleh kedua orang tuanya atau agen-agen dalam keluarga. Faktor yang kedua adalah sosialisasi sekunder, seperti teman bermain, sekolah/guru, lingkungan sosial,budaya, lingkungan kerja, dan  media massa.
Dari penjelasan tersebut nampak bahwa guru dalam makna denotatif hanya salah satu dari sekian banyak faktor penentu apakah murid akan melakukan kencing berlari ataukah tidak. Dari 24 jam, hanya ada 7 s/d 8 jam waktu yang tersedia untuk guru berinteraksi dengan murid, sementara sisanya digunakan oleh murid untuk berinteraksi dengan agen-agen sosialisasi yang lain baik primer maupun sekunder. Dan sampai saat ini belum ada hasil riset.penelitian yang menyimpulkan bahwa gejala murid kencing berlari (karakter/pribadi negatif) selalu disebabkan oleh perbuatan negatif yang dicontohkan oleh guru kepada muridnya (guru kencing berdiri). Sehingga kami berkesimpulan bahwa peribahasa GKB-MKB sudak tidak relevan dengan kondisi kekinian dalam makna denotatif dan sedikit memiliki nuansa merendahkan profesi guru. Wallahu a’lam.

1 komentar:

  1. mungkin lagi kebelet sangat pak makanya kencingnya sambil berdiri dan berlari....
    gkgkgkgkgkg

    BalasHapus