“GURU KENCING BERDIRI MURID KENCING BERLARI”
(Masih Urgenkah dengan Kondisi Kekinian ?)
Ungkapan tersebut rasaiang di telinga saat guru Bahasa Indonesia menugaskan menghafal peribahasa di depan kelas tigahpuluan tahun yang lalu, namun apakah ungkapan tersebut masih juga memiliki urgensi dengan kondisi kekinian?. Peribahasa ( dalam bahasa inggris proverb) adalah kelompok kata yang memiliki susunan yang tetap, mengandung pengertian tertentu, perbandingan, perumpamaan, prinsip hidup atau aturan yang maknanya luas. Lebih lanjut Carvantes Novelis, dan penyair Spanyol mendefenisikan peribahasa sebagai kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang.
Peribahasa
merupakan perumpamaan dan perbandingan makna yang sangat jelas, karena
didahului oleh perkataan seolah-olah, ibarat, bak, seperti, laksana, macam,
bagai, umpama. Pada masa lalu peribahasa digunakan sebagai jalan untuk
memudahkan mereka yang ingin memberi nasehat, teguran atau sindiran, sehingga
fihak yang diberi nasehat atau teguran bisa menerima dengan baik tanpa perlu tersinggung.
Peribahasa adalah bentuk pengucapan yang banyak dijumpai dalam kesusastraan
lama. Peribahasa banyak digunakan dalam kehidupan seharian orang pada masa
dulu. Bila diselidiki isi dan jiwa yang terkandung dalam peribahasa itu, banyak
bahan yang diambil dari sejarah, kehidupan sosial, dan perikehidupan mereka pada
zaman lampau. Peribahasa hidup dalam pergaulan sehari-hari dan difungsikan
dengan baik oleh orang-orang terdahlu, namun sekarang hampir dilupakan dan
hanya terdapat dalam buku pelajaran dan
menjadi hafalan.
“Guru Kencing Berdiri,
Murid Kencing Berlari”, yang kemudian disebut sebagai GKB-MKB. Ungkapan tersebut adalah pepatah/peribahasa lama dengan
peruntukan nasehat dan lebih banyak memiliki
makna konotatif dari makna denotatif. “Guru” dalam ungkapan
tersebut lebih sebagai konotasi sebagai siapa saja yang memiliki status sebagai
pemimpin, termasuk di dalamnya guru itu sendiri. Sedangkan “Murid” dalam
ungkapan tersebut memiliki makna konotasi sebagai siapa saja yang memiliki
status sebagai bawahan, termasuk murid itu sendiri. Sehingga peribahasa GKB-MKB
memiliki makna jika seorang pemimpin, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
adat, termasuk Guru, jika berbuat buruk,
maka pengikut-pengikutnya akan berbuat lebih buruk daripada yang dilakukan oleh
pemimpin tersebut. Sehingga peribahasa tersebut dimasksudkan kepada siapa saja
yang menjadi pemimpin untuk tidak melakukan perbuatan yang buruk, karena juga
sangat terkait dengan budaya masyarakat kita yang paternalistik
Peribahasa
GKB-MKB apabila kita telisik makna denotatif-nya,
tentu sedikit mengusik dan menggangu fikiran siapa saja yang berprofesi sebagai
pendidik (baca Guru), dan sedikit
bernada penghinaan, karena objek dalam peribahasa tersebut adalah Guru sebagai
pribadi yang digugu dan ditiru, diteladani, pribadi yang tidak boleh salah, dan
Murid sebagai pribadi yang meneladani, mencontoh apa yang dilakukan oleh
gurunya. Sekarang timbul pertanyaan kenapa peribahasa tersebut menggunakan
objek Guru ?, mungkinkah karena saat peribahasa tersebut dibuat, pemimpin yang
menonjol adalah fugur seorang guru ?. dan memang asumsi tersebut terasa sekali
tigapuluh tahun yang lalu. Namun saat sekarang ini bisa saja peribahasa
tersebut apabila dimaknai denotatif
dan orang tidak lagi memaknai konotatif,
karena fungsi peribahasa saat sekarang ini lebih kepada ungkapan dan sekedar
hafalan siswa dibangku sekolah, dan tidak lagi sebagai nasehat yang memiliki
makna konotatif.
Ungkapan
GKB, meletakkan guru sebagai figur sentral, sebagai penyebab siswa memiliki
karakter/pribadi buruk seperti perkelahian pelajar, tidak disiplin, suka
berbohong, malas belajar, malas beribadah,
apatis, pergaulan bebas, dsb (murid kencing berlari). Bukan maksud untuk melakukan
pembelaan terhadap figur seorang guru, walaupun memang guru juga tidak boleh
melakukan segala bentuk perbuatan yang mengarah kepada kencing berdiri. Rasanya
menjadi tidak adil apabila segala bentuk kerusakan karakter/pribadi remaja
(murid) dan mengarah atau mengejala kepada prilaku kencing berlari, maka serta
merta variabel penyebabnya adalah Guru (denotatif)
yang kencing berdiri. Karena guru sebagai figur pendidik hanyalah salah satu
dari sangat banyak varibel penyebab kenapa karakter murid menjadi rusak
(mengarah kepada kencing berlari).
Apabila
kita mengkaji dari aspek psikologis maupun sosiologis, maka secara garis besar ada dua
faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter/kepribadian seorang anak (murid) dalam
proses sosialisasi yaitu faktor sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder.
Sosialisasi primer meliputi lingkungan prenatal,
saat anak dalam kandungan dipengaruhi oleh kondisi psikologis orang tuanya
khusus ibu saat mengandung, jika kondisi psikologis ibunya terganggu, tertekan,
tidak tenang saat mengandung, maka anak akan terlahir dengan kondisi bawaan
yang tempramental, pemarah, dan juga berlaku sebaliknya. Kemudian lingkungan
primer yang kedua adalah situasi dalam keluarga, nilai-nilai yang ditanamkan
oleh agen-agen dalam keluarga, apakah orang tuanya menjalankan fungsinya dengan
baik ataukah tidak, karena berbagai faktor penyebab seperti; karena salah satu
atau kedua orang tua telah meninggal dunia,
orang tua yang sibuk, brokenhome,
bekerja jauh dari rumah (TKW/TKI) jika agen dalam keluarga tidak menjalankan
fungsinya dengan baik (sosialisasi yang kurang, tidak sempurna), maka akan
melahirkan anak-anak yang menyimpang, anti sosial (kencing berlari), seperti
yang dicontohkan oleh kedua orang tuanya atau agen-agen dalam keluarga. Faktor
yang kedua adalah sosialisasi sekunder, seperti teman bermain, sekolah/guru, lingkungan
sosial,budaya, lingkungan kerja, dan media
massa.
Dari
penjelasan tersebut nampak bahwa guru dalam makna denotatif hanya salah satu dari sekian banyak faktor penentu apakah
murid akan melakukan kencing berlari ataukah tidak. Dari 24 jam, hanya ada 7
s/d 8 jam waktu yang tersedia untuk guru berinteraksi dengan murid, sementara
sisanya digunakan oleh murid untuk berinteraksi dengan agen-agen sosialisasi
yang lain baik primer maupun sekunder. Dan sampai saat ini belum ada hasil
riset.penelitian yang menyimpulkan bahwa gejala murid kencing berlari
(karakter/pribadi negatif) selalu disebabkan oleh perbuatan negatif yang
dicontohkan oleh guru kepada muridnya (guru kencing berdiri). Sehingga kami
berkesimpulan bahwa peribahasa GKB-MKB sudak tidak relevan dengan kondisi
kekinian dalam makna denotatif dan
sedikit memiliki nuansa merendahkan profesi guru. Wallahu a’lam.
mungkin lagi kebelet sangat pak makanya kencingnya sambil berdiri dan berlari....
BalasHapusgkgkgkgkgkg